REALITAS
KETERBELAKANGAN GERAKAN MAHASISWA (???)
Bentuk-bentuk
kebudayaan yang terbelakang dalam diri mahasiswa yang sering kita jumpai
diantaranya : ketika SPP kampus naik, dia mengatakan “yah, mau bagaimana
lagi”. Atau contoh yang lain adalah mahasiswa seringkali tidak mengetahui
manfaatnya berorganisasi, menganggap demonstrasi itu percuma, dan lain-lainnya.
Sikap apatis, diam, dan pragmatis yang ada dalam diri mahasiswa merupakan
bentuk kesadaran yang terbelakang dari mahasiswa, dan hal yang demikian memang
sudah tertanam dalam masyarakat kita, khususnya mahasiswa, sejak lama dibawah
dominasi imperialisme dan feodalisme.
Kepentingan pribadi berarti selalu memikirkan diri
sendiri, hanya memperhatikan diri sendiri, lapar akan kepopuleran, kekayaan,
kekuasaan,posisi atau kedudukan. ketika prinsip ini sudah menjadi budaya dalam
lingkup birokrasi maka ini akan di manfaatkan oleh seorang kapitalis (haus akan
kekuasaan). Ketika hal ini sudah dikuasai oleh kaum kapitalis, maka implikasi
yang ditimbulkan sangat besar bagi mahasiswa. Contohnya transparansi sudah
tidak ada lagi dalam lingkup birokrasi, dan ketika transparansi sudah tidak ada
maka akan berdampak pada sarana dan prasarana untuk perkembangan intelektual
mahasiswa.
Ketika hal diatas sudah terjadi dalam dunia kampus,
diamana peran seorang mahasiswa di dalamnya ???
yang selalu mengagung-agungkan diri sebagai mahasiswa yang notabenenya
sosial control dan agen perubahan, maka semua itu tidak lain hanyalah sebuah
mitos.
Berangkat dari permasalahan diatas, Jika kita
memiliki kelemahan, maka kita tidak perlu takut dibuka dan dikritik, karena
kita Melayani kepentingan bersama. Kita tidak akan menjadi egois dan tidak mau
dikritik, demikian juga menjadi takut dikritik karena takut mendapat malu. Kita
justru harus membangun tradisi kritik dan otokritik untuk dapat mengetahui
segala kelemahan, keterbatasan dan kesalahan sehingga dapat diperbaiki. Untuk
mengobarkan pembebasan, pertama- tama kita harus membebaskan diri kita sendiri.
Untuk dapat menjalankan tugas pembebasan, maka kita
harus mampu bersatu dengan kawan-kawan mahasiswa
sebagai bentuk persatuan internal, dan bersatu dengan rakyat sebagai bentuk
persatuan sesungguhnya karena persatuan adalah kekuatan. Pesatuan kita adalah
persatuan untuk tujuan pembebasan yang sama, sebuah persatuan atas kehendak
cita-cita.
“Setiap
orang akan mati, tetapi kematian bisa berbeda-beda maknanya,
bisa
lebih berat dari gunung atau lebih ringan dari bulu belibis. Mati untuk
kepentingan
rakyat nilainya lebih berat daripada gunung, sementara
bekerja
untuk kepentingan penghisap dan penindas rakyat nilainya
lebih
ringan dari bulu belibis”
MARI
BERSAMA-SAMA BERFIKIR DAN BERTINDAK.
TGRK