Jumat, 26 September 2014

realitas keterbelakangan mahasiswa



REALITAS KETERBELAKANGAN GERAKAN MAHASISWA (???)

Bentuk-bentuk kebudayaan yang terbelakang dalam diri mahasiswa yang sering kita jumpai diantaranya : ketika SPP kampus naik, dia mengatakan “yah, mau bagaimana lagi”. Atau contoh yang lain adalah mahasiswa seringkali tidak mengetahui manfaatnya berorganisasi, menganggap demonstrasi itu percuma, dan lain-lainnya. Sikap apatis, diam, dan pragmatis yang ada dalam diri mahasiswa merupakan bentuk kesadaran yang terbelakang dari mahasiswa, dan hal yang demikian memang sudah tertanam dalam masyarakat kita, khususnya mahasiswa, sejak lama dibawah dominasi imperialisme dan feodalisme. 
Kepentingan pribadi berarti selalu memikirkan diri sendiri, hanya memperhatikan diri sendiri, lapar akan kepopuleran, kekayaan, kekuasaan,posisi atau kedudukan. ketika prinsip ini sudah menjadi budaya dalam lingkup birokrasi maka ini akan di manfaatkan oleh seorang kapitalis (haus akan kekuasaan). Ketika hal ini sudah dikuasai oleh kaum kapitalis, maka implikasi yang ditimbulkan sangat besar bagi mahasiswa. Contohnya transparansi sudah tidak ada lagi dalam lingkup birokrasi, dan ketika transparansi sudah tidak ada maka akan berdampak pada sarana dan prasarana untuk perkembangan intelektual mahasiswa.
Ketika hal diatas sudah terjadi dalam dunia kampus, diamana peran seorang mahasiswa di dalamnya ???  yang selalu mengagung-agungkan diri sebagai mahasiswa yang notabenenya sosial control dan agen perubahan, maka semua itu tidak lain hanyalah sebuah mitos.
Berangkat dari permasalahan diatas, Jika kita memiliki kelemahan, maka kita tidak perlu takut dibuka dan dikritik, karena kita Melayani kepentingan bersama. Kita tidak akan menjadi egois dan tidak mau dikritik, demikian juga menjadi takut dikritik karena takut mendapat malu. Kita justru harus membangun tradisi kritik dan otokritik untuk dapat mengetahui segala kelemahan, keterbatasan dan kesalahan sehingga dapat diperbaiki. Untuk mengobarkan pembebasan, pertama- tama kita harus membebaskan diri kita sendiri.
Untuk dapat menjalankan tugas pembebasan, maka kita harus mampu bersatu dengan kawan-kawan mahasiswa sebagai bentuk persatuan internal, dan bersatu dengan rakyat sebagai bentuk persatuan sesungguhnya karena persatuan adalah kekuatan. Pesatuan kita adalah persatuan untuk tujuan pembebasan yang sama, sebuah persatuan atas kehendak cita-cita.

Setiap orang akan mati, tetapi kematian bisa berbeda-beda maknanya,
bisa lebih berat dari gunung atau lebih ringan dari bulu belibis. Mati untuk
kepentingan rakyat nilainya lebih berat daripada gunung, sementara
bekerja untuk kepentingan penghisap dan penindas rakyat nilainya
lebih ringan  dari bulu belibis”


MARI BERSAMA-SAMA BERFIKIR DAN BERTINDAK.

TGRK